Gunung Luhur hanya berketinggian 800 Mdpl. Tapi di gunung ini tertoreh sejarah perjuangan. Di sinilah para pejuang kemerdekaan dieksekusi penjajah. Leher mereka dipenggal dan jasadnya langsung dikubur. Di sini juga terdapat satu makam yang kerap di sowani pejabat penting. Ia adalah makam Mbah Buyut Rundasih yang terkadang menebar bau harum.
Siapa Rundasih ini? Dan siapa pula pejabat penting yang ngalap berkah di tempat ini?
Di kaki gunung tertinggi di Jawa Barat (Ciremai), terdapat sebuah desa yang dalam perang Kemerdekaan RI memegang peranan penting. Sayang, peranan penting itu tidak tercatat dalam sejarah. Namanya Desa Jambar yang secara administratif masuk dalam wilayah Kecamatan Nusaherang, Kabupaten Kuningan, Jabar. Tokoh-tokoh bangsa yang menjadi saksi peranan penting desa ini antara lain Umar Wirahadikusumah (mantan Wapres RI), Slamun AT, Rukman dan Abimanyu.
Banteng Edan
Menurut cerita salah seorang sesepuh Desa Jambar, Mbah Jaya Madhar, pada masa Kerajaan Kajene masih berdiri, pernah terjadi peristiwa yang sangat menghantui rakyat. Yakni munculnya munding edan (banteng gila) yang entah dari mana asalnya. Kemunculannya membuat para penduduk, terutama petani, terhambat aktivitasnya. Mereka tidak berani keluar rumah karena takut diseruduk banteng gila itu.
Sudah banyak korban akibat kebuasan banteng gila tadi. Karenanya mereka menjadi sangat resah. Setiap keluar rumah, mereka selalu dihantui rasa was-was akan kemunculan munding edan. Pendek kata, masyarakat tidak tenteram. Oleh sebab itulah rakyat beramai-ramai mengadukan persoalan tersebut kehadapan Raja Kajene. Mereka meminta agar sang raja mengerahkan prajuritnya untuk menangkap dan musnahkan munding edan tadi.
Mendapat laporan dari rakyat, raja segera mengerahkan para prajurit dan hulubalang untuk menangkap hidup atau mati munding edan. Setelah pasukan khuus disiapkan, berangkatlah mereka menuju Desa Jambar. Strategi penangkapan terhadap munding edan pun disusun. Perburuan segera dilakukan.
Tapi upaya mengerahkan pasukan khusus Kerajaan Kajene tak membuahkan hasil. Selain tak bisa ditebak kapan kemunculannya, ternyata munding edan terlalu perkasa buat mereka. Malah beberapa prajurit menjadi tumbal keganasan munding edan yang memiliki kekuatan tiada tara itu. Akhirnya raj amenarik pasukan dan mengeluarkan sayembara kepada siapa saja yang dapat menangkap hidup atau mati munding edan, maka segala permohoanannya akan dikabulkan.
Utusan Sunan
Bersamaan dengan adanya sayembara itu, secara kebetulan datanglah seorang utusan Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, dari Keraton Cirebon, yang bernama Rundasih. Utusan ini mendapat tugas menyiarkan agama Islam di wilayah Kuningan sebelah Barat. Namun oleh penduduk setempat, kehadiran Rundasih ditentang, sebab waktu itu Kunngan masih menganut agama Sanghyang.
Saat berada di desa Jambar, Rundasih mencoba mengambil kesempatan untuk menyelamatkan penduduk dari ancaman munding edan. Rundasih lantas meminta pertolongan Allah SWT, agar dapat mengalahkan munding edan. Maka dengan ucapan Bismillahirrahmanirrohim, ia berangkat megnhadapi munding edan seorang diri. Dengan kesaktian dan pertolongan Allah SWT, Rundasih berhasil mengalahkan munding edan itu sekaligus meringkusnya. “Pertarungan tersebut berlangsung sampai tujuh hari tujuh malam. Si munding lantas di sembelih lalu dagingnya dibagikan kepada penduduk,” tutur Jaya Madhar, sesepuh Desa Jambar.
Atas keberhasilannya itu, rakyat sangat berterima kasih. Raja Kajene pun memanggilnya ke istana. Ketika ditanya apa keinginannya, Rundasih hanya minta agar diberi keleluasaan untuk menyebarkan agama Islam dan mendirikan pesantren. Sejak itu, agama Islam pun tersiar di Kuningan dan banyak masyarakat yang tertarik. Rundasih pun menjadi tokoh yang paling disegani dan dihormati. Hingga kini, peninggalannya masih tersisa, meski hanya sebuah nama blok Pesantren. Di akhir hayatnya, Rundasih meninggal dan dimakamkan di Blok Pahing Desa Jambar. Sejak saat itu, makamnya dikeramatkan dan sering diziarahi orang.
Disowani Pejabat
Dalam perkembangannya, maka Mbah Buyut Rundasih kerap dijadikan ajang ngalap berkah. Seperti diungkap kuncen Kuningan, Memet Rakhmat DS, Spt, bahwa pada zaman orba, makam keramat Mbah Buyut Rundasih sering disowani orang-orang dari luar Kabupaten Kuningan, terutama para pejabat tinggi negara. Bahkan pernah ada seorang jutawan yang juga fungsionaris Partai Golkar, ingin membangun makam tersebut sekitar tahun 1995. namun oleh kuncen makam Buyut Rundasih, Jaya Madhar, rencana itu ditolak. Sebab, Mbah Jaya Madhar pernah mendapat wangsit agar makam cukup dipelihara saja, tidak perlu dibuat megah.
Masih menurut wangsit yang diterima Jaya Madhar, alasan lain menolak rencana itu karena tidak lama lagi akan ada pohon beringin besar di kompleks makam yang tumbang. Menurut Mbah Jaya Madhar, itu merupakan totonden (isyarat) bahwa partai berlambang pohon beringin tersebut tidak lama lagi akan ambruk. “Tentu saja penolakan dan ocehan Mbah Jaya Madhar itu dicemoh banyak orang. Sebab kala itu Golkar sedang dipuncak kejayaan,” tutur Memet Rakhmat yang akrab disapa Mang Jasos ini.
Dan ternyata benar saja, tak berap alama, pohon beringin itu benar-benar roboh. Ocehan Mbah Jaya madhar berdasarkan wangsit itu benar adanya. Kini, pohon beringin yang tumbah itu tumbuh lagi, namun telah ditebang entah oleh siapa. Bahkan anehnya, sesekali dari areal makam Mbah Buyut Rundasih di gunung Luhur, terkadang mengeluarkan bau harum. Makam Mbah Buyut Rundasih pun semakin ramai diziarahi. Mereka umumnya para pejabat penting negeri ini, yang datang diam-diam.
Siapa pejabat yang sering sowan kemakam Mbah Buyut? Mang Jasos enggan menyebut nama. “Menyebut namanya memang kurang etis. Maklum saja masyarakat kita masih banyak yang belum bisa menerima hal-hal seperti itu,” kata Manag Jasos.